Nusantara, Lokasi atau Lokalisasi Prostitusi?

Kisah Pilu Buruh Lendir di Jalan Nusantara (3)

INFOSULSEL.COM,MAKASSAR — Di Makassar masih banyak Lisa – Lisa lainnya. Terbanyak bekerja di  tempat-tempat hiburan (THM) di kawasan  Jalan Nusantara. Lokasi ini terletak di Kecamatan. Wajo, Makassar. Kawasan ini kesibukan terjadi  sepanjang hari.  Tak ada waktu yang  tersisa.

Sejumlah PSK menunggu pelanggan di dalam salah satu THM.

Geliat nadi kehidupan di kawasan maksiat ini nyaris tak pernah mati.  Secara geografis, kawasan ini terletak sangat strategis. Di sebelah Barat jalan protokol  yang menghubungkan Kota Makassar dan Kab. Maros ada dua pelabuhan laut. Pelabuhan Soekarno dan Pelabuhan Hatta. Pelabuhan Soekarno digunakan untuk pelabuhan penumpang dan Pelabuhan Hatta untuk pelabuhan bongkar muat barang dan peti kemas.

Kesibukan di dua pelabuhan ini cukup menggeliat. Tidak hanya siang. Malam pun demikian. Di sisi lain, selepas petang hingga dinihari ada sisi lain kehidupan yang hidup di sekitar Jalan Nusantara, yakni prostitusi baik yang mangkal di pinggir-pinggir jalan maupun mereka yang stand by  di THM yang berjejer hampir  di sepanjang jalan.

Di sebelah Timur terletak kampung Cina atau kawasan Pecinan. Daerah ini juga masuk dalam daftar obyek wisata budaya. Termasuk beberapa diantaranya bangunan tua tempat ibadah masyarakat keturunan Tionghoa. Ada beberapa Vihara yang usianya sudah ratusan tahun.

Di sebelah Selatan ada Benteng Fort Roterdam.  Benteng ini merupakan peninggalan Raja Gowa ke XIV, Sultan Hasanuddin. Di bangun tahun 1464 M.  Benteng pertahanan yang oleh Raja Gowa di beri nama Benteng Panyua – yang  berarti Penyu. Tahun 1700-an  benteng ini berhasil diambil alih oleh Koloni Belanda. Sampai saat ini Fort Roterdam masih berdiri kokoh

Selepas petang hingga dinihari ada sisi lain kehidupan yang hidup di sekitar Jalan Nusantara, yakni prostitusi jalanan.  Puluhan wanita berkumpul di pinggir-pinggir jalan.

Kawasan ini sebenarnya bukanlah sebuah lokalisasi prostitusi yang pernah terkenal di Surabaya, Dolly. Lokalisasi itu sudah ditutup oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Nusantara awalnya sebuah  perkampungan yang didiami oleh warga keturunan. Pesatnya perkembangan kota menjadikan kawasan ini ditumbuhi oleh berbagai usaha. Didominasi oleh THM.

Karena letaknya di dekat bibir pantai dan Pelabuhan laut, beberapa pengusaha melihat peluang bisnis yang menggiurkan. Khusnya pada bidang usaha hiburan. Awalnya hanya satu. Lambat laun tumbuh bak jamur di musim hujan.

Jadilah kawasan ini sebuah lokasi, bukan lokalisasi. Sebab, masyarakat Makassar belum bisa menerima ada lokalisasi prostitusi di Makassar. Tapi, jangan disangka di kawasan ini seluruh bangunan yang bediri kokoh merupakan usaha hiburan. Ada juga usaha lain. Trafel, hotel, warung kopi perkantoran, ekspedisi dan beberapa jenis usaha lainnya.

Jalan Nusantara di siang hari.

Pada malam hari  suasana di kawasan ini cukup semarak. Semakin semarak oleh gemerlap  lampu berwarna-warni yang menghiasi bangunan THM. Kawasan yang dikenal dengan ‘Jalan Kenikmatan’ ini saban malam dikunjunjungi oleh lelaki hidung belang.

Tidak hanya masyarakat lokal. Lelaki hidung belang dari seluruh penjuru Nusantara dan Manca Negara,  pasti mampir. Ada yang hanya sekedar duduk menikmati minuman beralkohol. Tidak sedikit yang memang datang untuk menikmati  ‘ayam-ayam kampung’ yang disediakan pengelola THM.

Puluhan tempat hiburan berjejer. Ada tiga jenis usaha industri pariwisata yang bersaing mengejar omset. Diantaranya  usaha Bar Massage, karaoke eksekutif dan non eksekutif dan panti pijat tradisional.

Untuk usaha Bar Massage, tersisa enam usaha. Usaha yang satu ini memang menyediakan jasa layanan seks untuk waktu singkat. Tarifnya Rp 250 ribu  perjam. Fasilitas yang disiapkan dalam kamar, ranjang, AC dan tempat cuci sehabis ‘buang hajat’.

Di sisi ranjang ada dua lembar handuk dan sepotong sabun. Bagi yang ingin menggunakan ‘sarung pengaman’ juga disiapkan kondom. Tidak perlu beli. Pengelola  menyediakan kondom gratis berbagai merk.

Di panti pijat, nyaris hampir sama. Hanya bedanya tarif masuk di Panti Pijat  cukup murah. Hanya Rp 60 ribu sampai Rp 75 tibu perjam. Usaha yang satu ini beroperasi mulai pukul 10.00 sampai pukul 22.00 malam.

Untuk jasa layanan seks, lain lagi. ‘’Pekerjaan pokok kita kan mijat. Kalau ada yang mau ‘gitu-gituan’, tergantung kesepakatan,’’ aku Yesi.

Itu pun,  timpal Ana, liat-liat orangnya dulu. ‘’Ngga langsung terima aja. Kalau bersih dan mau pakai pengaman (kondom), kita eksekusi,’’ katanya, tersenyum.

Wanita berusia 23 tahun ini mengaku memasang tarif minimal Rp 250 ribu untuk sekali kencan. (Bersambung)

 

Penulis : Asri Syahril

Pos terkait