INFOSULSEL.COM, MAKASSAR— Sinar matahari di hari kesembilan Ramadhan masih terasa menyengat. Tapi kondisi itu tak menyurutkan langkah Penjabat (Pj) Walikota Makassar Iqbal S Suhaeb berkeliling menemui warga kurang mampu di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) Ahad (3/5/2020).
Mobil toyota inova warna hitam berhenti di pinggir poros jalan tak jauh dari gapura perbatasan wilayah Makassar dengan Kabupaten Takalar. Iqbal turun ditemani Kepala Dinas Sosial, Mukhtar Tahir. Kedua pejabat ini lalu menghampiri salah satu warga yang yang melaporkan adanya warga yang sama sekali tak pernah merasakan bantuan sosial dari pemerintah.
Sejurus kemudian Iqbal masuk di sebuah lorong kecil berukuran sekitar 30 cm di Bontoa, Jl. Abd Kuddus, RT 4 RW 05, Kelurahan Barombong.
Di ujung lorong itu berdiri sebuah gubuk kecil berukuran 4 X 4 meter menempel di rumah warga. Gubuk itu berdinding tripleks dan seng bekas berwarna kusam. Di dalam gubuk tersebut tak ada ruang tamu. Hanya ada sebuah tempat tidur beralas seprei tua warna merah kembang-kembang. Gubuk itu milik Wahidah (25). Ia hidup bersama dua anaknya yang masih balita.
Tak ada satu pun barang elektronik di rumah itu. Dapur dan tempat tidurnya hanya dipisahkan oleh selembar tripleks berukuran 2 x 1 meter. Sebuah lemari pakaian yang sudah tua berdiri di ujung dapur. Di pojok belakang sebuah kompor gas tua yang sudah rusak ditutup kain kusam. Kompor itu hanya jadi penghias dapur. Sebab tak ada selang dan tabung gasnya. Di sebalahnya ada ember warna biru yang biasa ditempati beras. Saat INFOSULSEL.COM mencoba membuka tutupnya, di dalam hanya ada gelas kecil. tak ada sebiji pun beraass di ember itu.
Untunglah Iqbal datang mengunjungi gubuk tersebut membawakan sembako. Wahidah bersama dua anaknya masih berdiri di depan gubuknya ketika Iqbal datang bersama rombongan. Ia masih mengenakan pakaian lusuh penuh lumpur. Maklum saat itu ia baru saja pulang dari sawah. Ibu dua anak ini harus bekerja keras sebagai buruh tanam di sawah milik tetangganya demi mendapatkan upah bukan uang melainkan 2 liter beras demi kelangbsungan hidup dua buah hatinya yang masih balita.
‘’Ini ada sembako untuk ibu,” kata Iqbal saat menyerahkan bertas 10 Kg dan beberapa bahan pokok yang terbungkus tas kresek besar warna merah.
Wahidah begitu sumringah saat menerima satu karung beras berisi 10 kg dan beberapa jenis bahan makanan.
Iqbal sempat memperhatikan gubuk tersebut sembari meminta Wahidah bersabar. ‘’Sabar ki Bu. Semoga kondisi ini bisa segera berlalu,” kata Iqbal sebelum pamit.
Iqbal menjelaskan kunjungannya itu untuk memastikan kondisi warga yang memang benar-benar belum terdata berdasarkan informasi dari masyarakat.
‘’Saya juga ingin memastikan sembako yang tersalur bisa tepat sasaran dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan saat COVID-19 mewabah,” jelas Iqbal kepada INFOSULSEL.COM.
Mewabahnya virus corona mengakibatkan pendapatan masyarakat berkurang. Bahkan ada yang kehilangan pekerjaan karena dirumahkan dan di PHK. Ada pula yang kehilangan pendapatan sehari-hari karena harus berada di rumah demi memutus rantai penularan virus corona.
Warga yang disambangi Iqbal memang tidak terdata di Dinas Sosial. Kondisi kehidupan mereka benar-benar memprihatinkan. Bahkan mereka selama ini tak pernah menerima bantuan sosial dari pemerintah.
Wahidah mengaku terpaksa bekerja serabutan karena suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan, jarang pulang.
‘’Suami saya sudah lama tidak pulang. Kalau pun datang dia juga tidak bawa apa-apa. Alhamdulillah untung Pak Walikota datang membawakan sembako. Adami kodong bisa kumasak,” kata Wahidah lirih, dengan logat Makassar yang kental saat birbincang dengan INFOSULEL.COM.
Di tempat lain, pasangan suami istri Malle Dg Limpo (60) dan Mari Dg Kanang (55) pun ikut merasakan paket sembako dari Iqbal Suhaeb. Keadaan pasangan ini lebih memilukan lagi. Ia juga tinggal di rumah yang sangat-sangat sederhana. Berdinding seng bekas dan tripleks tipis yang sudah bolong-bolong. Begitu juga dengan atapnya. Jika hujan turun pasangan suami istri ini harus rela begadang karena air hujan merembes di atas kasurnya.
Rumah berlantai tanah yang ditinggalinya itu berdiri di atas lahan milik tetangganya yang memberinya tumpangan sementara. Tak ada air dan WC. Untuk buang hajat ia harus gali tanah kosong di balik pohon pisang yang tumbuh di samping rumahnya.
Sehari-hari Dg Limpo hidup dari berjualan daun kelapa tua. Itupun jika ada nelayan yang memesan. Harga satu ikat berisi empat pelepah batang daun pisang hanya dijual Rp 10 ribu atau Rp 2.500 perbatang.
Untuk mendapatkan daun kelapa tersebut lelaki yang agak tuli dan menderita rabun mata ini harus memanjat pohon kelapa yang cukup tinggi.
Saat menyerahkan sembako kepada pasutri ini, Iqbal terlihat begitu sedih saat mengetahui jika pendengaran dan penglihatan Dg Limpo sudah tidak normal. Suaranya terbata-bata saat berbicara dengan Dg Limpo yang duduk di bale-bale tanpa mengenakan baju.
‘’Pakeki masker Pak, Ibu,” kata Iqbal.
Suaranya agak pelan sembari memberikan beberapa lembar masker baru warna hijau dan beberapa lembar uang kepada Dg Kanang.
Iqbal terdiam saat melihat kondisi kehidupan warganya yang sangat memprihatinkan itu.
‘’Mereka inilah yang benar-benar membutuhkan bantuan, namun sayangnya mereka tidak masuk dalam pendataan,’’ sesal Iqbal.
Banyak kisah pilu dirasakan warga miskin di tengah pandemi covid-19. Mereka hingga kini masih berusaha bertahan ditengah keterbatasan ekonomi dan akses kesehatan. Di antaranya seperti yang dialami pasangan Dg Sutte (80) dan istrinya Dg Ngara. (75).
Pasangan yang dikaruniayai tiga anak yang semuanya sudah almarhum ini selama hidup sama sekali tak pernah merasakan bantuan sosial dari pemerintah.
Warga RT 5 RW 6 Kaccia, Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulsel ini, setiap hari harus berjuang untuk bertahan hidup dari upah menjadi juru baca doa saat ada hajatan di rumah warga.
Namun sayang di tengah pandemi corona ini, ‘orderannya’ sepi. Untuk bertahan hidup keduanya berharap belas kasihan dari tetangga.
Pasangan ini hidup di sebuah gubuk bambu yang sangat-sangat sederhana dengan segala keterbatasan. Di gubuk kecilnya di bawah rimbunan pohon bambu itu ia sudah menempati hampir 10 tahun. Itupun ia tinggal menumpang di lahan milik tetangganya. Sementara tiga anaknya sudah lebih dulu dipanggil Yang Maha Kuasa beberapa tahun silam.
“Tinggal di sini sudah hampir 10 tahun. Pernah ada tiga anaknya. Tapi semua sudah meninggal dunia,” ungkap Dg Tika, salah satu tetangganya
Iqbal menjelaskan kenapa ia datang menyiris daerah perbatasan. Semua karena adanya laporan warga bahwa di kelurahan Barombong ada beberapa keluarga yang hidupnya sangat-sangat tidak layak.
‘’Setelah di survey memang betul perlu perhatian pemerintah, namun sayangnya mereka tidak masuk dalam pendataan. Sekalipun demikian, tentu ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Makassar,” jelas Iqbal.
Iqbal mengaku paket bantuan yang di serahkan ini tidak masuk dalam catatan bantuan covid yang masuk dalam paket 60 ribu.
“Pemkot Makassar memiliki beberapa jenis bantuan untuk masyarakat kurang mampu yang terdampak covid-19. Contohnya hari ini. Setelah kami mendapat kabar adanya warga yang memang membutuhkan dan setelah disurvey memang betul adanya. Maka Dinsos akan segera menyalurkan bantuan,” tambahnya.(Sri Syahril)