Ogah Temui Pengunjuk Rasa, Asrul : Pj Walikota Makassar Seperti Warung Tunjuk-tunjuk

Ribuan pekerja THM turun ke jalan. Tuntut tempat kerja mereka tetap beroperasi di tengah pandemi Covid-19.(FOTO: SRI SYAHRIL)

Usdar menuding Pemkot Makassar terlalu diskriminatif. Padahal, menurut jebolan Fakultas Hukum Unhas ini sejumlah usaha lain sudah diijinkan buka kecuali THM dilarang beroperasi.

‘’Apa bedanya kami dengan warkop, mall, pasar dan toko-toko. Di sisi lain kami juga punya kontribusi besar terhadap PAD. Pajak hiburan yang dipungut oleh Pemkot Makassar itu cukup besar,” ungkap Usdar.

Bacaan Lainnya

”Kami tidak keberatan jika Pemkot Makassar menutup seluruh usaha industri pariwisata di Makasssar. Silahkan. Tetapi Pemkot juga harus beri solusi. Beri kompensasi kepada para pekerja agar mereka juga bisa hidup layak seperti masyarakat lainnya. Kami tak ingin hidup bergelimang harta seperti gaya hidup keluarga pejabat. Kami hanya butuh temnpat kami bekerja dibuka agar kami bisa menyambung hidup,’’ ujar Andi Rio, salah satu pekerja seni dari komunitas Disc Jockey (DJ).

Menurut Usdar dan Zulkarnain, jika THM harus ditutup Pemkot harus menyiapkan Rp 48 miliar setiap bulan untuk membayar hak-hak ribuan karyawan sebagai bentuk kompensasi. Ia mengingatkan ribuan karyawan sudah cukup sabar menunggu hampir enam bulan tidak bekerja.

”Hampir enam bulan kami bersabar dan tinggal di rumah tanpa penghasilan apa-apa. Tapi kesabaran itu ada batasnya. Saatnya sekarang kami menunbtut kepada Pemkot Makassar. Kami percaya corona itu ada. Tetapi keluarga kami juga butuh makan. Kami lebih baik mati karena terpapar corona dari pada mati kelaparan,” tegas  para pengunjuk rasa.

Ribuan pekerja usaha indiustri pariwisata jenis hiburan umum dan pekerja seni turun ke jalan. Mereka mendatangi kantor walikota Makassar menuntut tempat mereka bekerja tetap beroperasi.(FOTO: SRI SYAHRIL)

Pos terkait